468x60 Ads

UNGKAPAN MENANG DAN KEMENANGAN


Ungkapan “MENANG“ dan “KEMENANGAN” memang cukup akrabdi telinga kita. Ungkapan menang biasanya terucap saat ada kompetisi, perlombaan, pertandingan, kuis berhadia hingga menang dalam perkelahian. Tetapi mengapa saat penghujung bulan Ramadahan misalnya, selalu disebut bahwa orang yang telah menyelesaikan puasa adalah para pemenang. Sehingga Hari Raya Idul Fitri pun disebut dengan hari kemenangan.
Begitu njuga saat muadzin mengumandangkan adzannya lima kali dalam sehari, ada penggalan dalam kalimat adzan yang berbunyi, “Hayya’ala al-Falaah”. Artinya mari kita raih kemenangan. Dan ajakan untuk merahi kemenangan tersebut disampaikan setelah ajakan menunaikan shalat, “Hayya’ala as-Shalah”. Mari kita mengerjakan shalat.
Sekarang pertanyaan yang mungkin dapat diajukan adalah kemenangan apakah yang dimaksud? (Si)apa sebenarnya yang menang? Apakah untuk memenangkan sesuatu kita membutuhkan tenaga layaknya seorang petarung? Atau bahkan membutuhkan materi.
Jika diperhatikan dengan seksama, selama ini ungkapan kemenangan selalu identik dengan hasil akhir dari proses penaklukan terhadap sesuatu. Sehingga ihwal kemenangan acapkali berkaitan dengan prestasi, perolehan keuntungan, hingga penaklukan atas manusia atau obyek lain. Jika pemahaman kita seperti ini, maka proses kemenangan sangat reduktif, yakni dalam persoalan fisik dan pikiran semata. Agaknya kita lupa satu hal yang sangat penting dalam diri kita, tetapi selalu  saja kita mengalahkannya, dia adalah hati (Qalb). Sering hati memmbenarkan sesusatu, tetap kita menyalahkan, sering hati mengajak kepada kebaikan tetapi kita selalu menolaknya.
Dalam hidup, kita seringkali memenangkan ego ketimbang hati. Apa pun yang berlangsung adalah bagaimana memuaskan diri sendiri, kita perlu ketahui bahwa  kebahagian sejati adalah ketika kita berkesempatan  membahagiakan orang lain. Dan selama bverbuat baik dan membahagiakan orang lain, tidakada logika agama  yang menuntut agar kita harus dibalas dengan kebaikan pula oleh orang yang kita bahagiakan tersebut. Bukankah menurut Al-Qur’an kita diciptakan tak lain hanya untuk mengapdi kepada-Nya? Maka, berbuat bai kepada seluruh semesta (rahmatan lil ‘alamin) adalah tugas kita. Ada pun balasan orang lain terhadap apa yang sudah kita lakukan, itu bukan urusa kita, tetapi Allah SWT yang berwenang memberikan balasan,kalau yang kita lakukan hanya mengharap balasan orang lain, maka kita akan sering kecewa, karena baik menurut kita, belum tentu baik menutrut orang lain.
Jika demikian kesadaran yang kita miliki, maka sepatutnya kita cukup menjalani hidup dengan merwat, menjaga, dan melestarikan anugrah Alah SWT. Tapi, bagaiman hasil setelah apa yang kita lakukan bukan lagi wilayah kita. Bbukanlah segala sesuatu berlangsung atas kehendak-Nya? Jika memang segala apa yang menimpa kita hakikatnya adalah diri-Nya, maka mestinya kita harus puas menerimanya (Qana’ah).
Jika kita punya keyakinanbahwa yang harus kita cari  adlah kebahgian, maka jujurlah bahwa tak ada yang abadi di bumi ini. Begitu pula jika ktia menolak kekusahan atau penderitaan, maka sesungguhnya tidak ada kesusahan atau derita yang berlangsung selamanya.(QS. Alam Nasyrah ayat 5 & 6). Masing-masing dari keduanya dating dan pergi silih berganti sebagai keutuhan kehidupan di dunia. Susah dan bahagia setiap orang pasti pernah meraskannya, tak hanya orang kaya yang meraskan bahagia, kebahagian itu milik semua manusia, tak peduli dia miskin, bodoh, kili, pegawai rendahan, bahkan gembel sekalipun. Orang kaya meras bahagia ketika iya berhasil membangun rumah mewah, orang miskin bahagia ketika ia berhasil menyelesaikan pekerjaannnya dan mendapatkan upah, si gembel merasa bahagia ketika ia bias mengumpulkan barang-barang bekas dari tempat sampah, dan seterusnya. Hakekatnya kebahagian itu semua sama, yang membedakan hanya obyek atau hal tang membuat bahagia. Inilah yang merupakan keadilan Allah SWT. Jika ingin bahagia seseorang tidah harus kaya terlebih dahulu.
Karena uang, harta, kekayaan tidak menjamin hdiup seseorang menjadi bahagia. Susah senang, kaya miskin, menang kalah adalah kurikulum Allah SWT yang selalu dihamparkan kepada setiap hamba-Nya. Mestinya kita selalu menerima pada setiap ketentuan yang Allah SWT berikan, menerima dengan ikhlas dan kesengguhan hati  merupakan prinsip utama dalam islam yang disebut dengan Qana’ah.
Masikah kita mati-matian mengejar sesuatu yang tidak kekal? bukankah hanya Allah SWT  yang kekal? Semua yang ada di jagat raya ini seperti, umur, harta, kedudukan, semuanya fana. Tetapin mengapa kita masih ambisi dalam mencari atau menghindari sesuatu, jika sebenarnya semua itu adalah pelajaran dari-Nya? Bahkan ada orang yang rela melakukan kecurangan dalam perlombaan atau kompetisi demi meraih kemenangan. Padahal orang yang jujur dalam berkompetisi lalu dia kalah dan berlapang dada atas kekalahannya, dialah pemenang yang sesungguhnya, karena dia sudah bias mengalahkan ego dan amarahnya.
Marilah kita banyak belajar pada alam, pada air yang rendah hati, bergurulah pada gunung yang sabar, berlapanglah seperti samudra, dan bersemangatlah menerima segala pelajaran dari-Nya, seperti api yang tak kunjung padam. Akhirnya, (Si)apa sebenarnya yang menang?

1 komentar:

{ Shella Kayla } at: 14 November 2017 pukul 11.41 mengatakan...


Nikmati Bonus-Bonus Menarik Yang Bisa Anda Dapatkan Di Situs Kami LegendaPelangi.com
Situs Resmi, Aman Dan Terpercaya ^^

Kami Hadirkan 7 Permainan 100% FairPlay :

- Domino99
- BandarQ
- Poker
- AduQ
- Capsa Susun
- Bandar Poker
- Sakong Online

Fasilitas BANK yang di sediakan :

- BCA
- Mandiri
- BNI
- BRI
- Danamon

Ayo buktikan sendiri dan menangkan jutaan rupiah

Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami
-BBM : 2AE190C9
-Loginsite : Legendapelangi.com

Posting Komentar